Bisnis Penerbangan yang Semakin Kompetitif
October 25, 2007 at 9:11 am 1 comment
Munculnya airlines-airlines baru di Indonesia pada kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir ini mengakibatkan tingkat persaingan menjadi semakin ketat baik dari aspek produk, pelayanan, dan harga. Ketidakmampuan airlines untuk bersaing dalam aspek-aspek tersebut akan mengakibatkan airlines kehilangan pelanggannya. Beberapa maskapai yang telah kehilangan pelanggannya dan akhirnya rontok adalah Simpati Air, Indonesian Air, dan terakhir adalah Bouraq. Maskapai Bouraq yang sewaktu krisis tahun 1997 kemarin merupakan salah satu maskapai yg tangguh akhirnya tutup juga akibat kalah bersaing dengan maskapai yang baru. Maskapai-maskapai yang sekarang beroperasi antara lain Garuda, Merpati Airlines, Mandala, Batavia, Adamair, Lion Air, Wings Air, Sriwijaya, dan banyak lagi yang telah mengantongi ijin operasi namun belum aktif beroperasi.
Kondisi persaingan yang berat membuat hampir seluruh maskapai menerapkan kebijakan tarif Subclasis yang nilainya dimulai dengan harga sangat rendah sampai dengan tarif normal. Murahnya tarif ditujukan untuk menjangkau tingkat daya beli ekonomi masyarakat yang menurun sebagai akibat krisis ekonomi yang terus berlanjut hingga saat ini. Di sisi yang lain, maskapai seperti Air Asia dan Wings Air memang membidik pangsa pasar kelas bawah seperti pengguna Kereta Api maupun Kapal Laut (Pelni) sehingga kerap mengobral harga yang sangat murah untuk suatu rute tertentu. Hal ini tentu sangat menguntungkan para konsumen transportasi, namun dalam bisnis penerbangan yang sarat akan regulasi-regulasi haruslah lebih mementingkan factor safety dan security serta kenyamanan dalam pelayanannya. Seluruh maskapai berlomba-lomba melakukan efisiensi cost untuk meminimize operasional cost. Mengingat di sisi yang lain, rata-rata margin yang diperoleh industri airlines sangat kecil sehingga kesalahan dalam melakukan perhitungan terhadap harga jual akan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Untuk mengatasi hal ini tentunya perlu dilakukan perhitungan yang akurat untuk memaksimalkan pendapatan dari setiap penjualan terhadap produk dan pelayanan yang hasilkan. Kondisi beratnya airlines diperburuk oleh kenaikan harga minyak dunia yang saat ini per barelnya bisa mencapai $ USD 88, karena komponen cost terhadap fuel (minyak) bias mencapai 60% dari total biaya operasional penerbangan.
Namun demikian, tampaknya bisnis Airlines di Indonesia terus menggeliat dibuktikan dengan adanya investasi yang besar-besaran dari beberapa maskapai untuk menambah pesawatnya. Lion Air mengawali investasi mendatangkan 100 unit pesawat Boieng 737 seri 900ER. Hingga awal tahun 2007 ini, Lion dan Wings Air telah mengoperasikan 47 pesawat Jet, suatu jumlah yang cukup fantastis pada maskapai yang usianya relatif baru. Mandala Airlines melakukan ekspansi, dimana maskapai itu akan menambah jumlah armadanya dengan 30 Airbus 320 hingga 2011. Jadi, pada 2008 penumpang yang diangkut diharapkan menjadi lima juta orang. Tahun ini Mandala mengoperasikan enam Airbus. Terdiri dari 4 pesawat A-319 baru dan 2 pesawat A320. Sisanya, 24 pesawat A320 baru akan datang secara bertahap hingga 5 tahun ke depan. Merpati Airlines yang awal tahun 2006 sempat terpuruk mulai bangkit setelah perusahaan BUMN ini mendapatkan suntikan dana dari pemerintah sebesar 75 M dan suntikan dana lagi di awal tahun 2007 sebesar 450 M. Merpati tiap bulan mendatangkan armada Boeing 737 seri 200 dan 300. Rencananya maskapai ini akan mendatangkan 24 pesawat Boeing hingga awal tahun 2008. Disamping itu melalui bantuan kerja sama dari pemerintah Cina dengan pemerintah Indonesia senilai 2 Trilyun rupiah menambah armada pesawat Propeller M-60. Merpati juga berekspansi melakukan KSO (kerja sama operasi) dengan pemda-pemda di Indonesia. Batavia Air, sebuah perusahaan penerbangan low-fare carrier yang berbasis di Jakarta, dalam waktu dekat ini juga akan menambah jajaran armada pesawat terbangnya dengan pesawat Airbus A-320 yang disewa dari AERCAP sebanyak 10 unit. Pesawat pertama dari sepuluh Airbus A-320 yang dipesan Batavia Air telah tiba pada Januari 2007 dari pabriknya di Hamburg, Jerman. Batavia Air adalah perusahaan pertama yang menerima pesawat generasi terbaru dari Airbus dalam sepuluh tahun terakhir. Batavia Air juga akan menambah dua pesawat propeler MA-60 produksi industri pesawat terbang China. PT Garuda Indonesia mempertimbangkan penambahan 20 armadanya dengan Airbus A–320 untuk menghadapi persaingan domestic dan regional menjelang liberalisasi udara ASEAN 2008. Rencana tersebut diperkirakan membutuhkan dana US$1,3 miliar, dengan asumsi harga satu unit pesawat jenis itu sekitar US$65 juta. Armada baru tersebut diharapkan tiba mulai 2009, paralel dengan kedatangan 25 unit pesat Boeing 737-800 Next Generation (NG). Awal tahun 2007 ini Garuda sebagai salah satu perusahaan BUMN juga telah mendapat suntikan dana mencapai 500 Milyar rupiah. Adamair juga merencanakan penambahan armada pesawat hingga mencapai jumlah 60 unit pesawat Jet. Begitu juga beberapa maskapai lainnya yang akan aktif mulai beroperasi seperti Lorena Air sehingga makin menambah semarkanya tingkat persaingan bisnis airlines di Indoensia. Harapan kita kepada pihak pemerintah yaitu Departemen Perhubungan dalam hal ini adalah DSKU, sebagai pemegang regulasi transportasi penerbangan perlu melakukan pengawasan yang ketat terhadap maskapai-maskapai tersebut sehingga walaupun dengan jumlah maskapai yang banyak namun pelayanan terhadap penumpang dalam hal safety dan security tetap terjaga sehingga tidak ada lagi insiden maupun kecelakaan yang dapat merenggut sejumlah korban nyawa lagi seperti kasus Adamair kemarin.
Entry filed under: Informasi.
1.
bisnis tiket, tiket pesawat, agen tiket pesawat, tiket pesawat murah | June 1, 2013 at 2:55 am
I’ll right away seize your rss as I can’t find your email subscription hyperlink or e-newsletter service. Do you have any? Please permit me know in order that I could subscribe. Thanks.